Minggu, 17 Oktober 2010

Vibrio cholerae


BAB I
PENDAHULUAN

             Vibrio cholerae merupakan bakteri gram negatif, berbentuk basil (batang) dan bersifat motil (dapat bergerak), memiliki struktur antogenik dari antigen flagelar H dan antigen somatik O, gamma-proteobacteria, mesofilik dan kemoorganotrof, berhabitat alami di lingkungan akuatik dan umumnya berasosiasi dengan eukariot. Spesies Vibrio kerap dikaitkan dengan sifat patogenisitasnya pada manusia, terutama V. cholerae penyebab penyakit kolera di negara berkembang yang memiliki keterbatasan akan air bersih dan memiliki sanitasi yang buruk

Vibrio cholera adalah salah satu bakteri yang masuk dalam family Vibrionaceae selain dari Aeromonas dan Plesiomonas, dan merupakan bagian dari genus Vibrio. Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tahun 1884 dan sangat penting dalam dunia kedokteran karena menyebabkan penyakit kolera. Vibrio cholera banyak ditemui di permukaan air yang terkontaminasi dengan feces yang mengandung kuman tersebut, oleh karena itu penularan penyakit ini dapat melalui air, makanan dan sanitasi yang buruk.


BAB II
IDENTIFIKASI Vibrio cholerae

A.     Morfologi
Vibrio cholerae termasuk bakteri gram negative, berbentuk batang bengkok seperti koma dengan ukuran panjang 2-4 µm. Pada isolasi, Koch menamakannya “kommabacillus”. Tapi bila biakan diperpanjang, kuman itu basa menjadi batang lurus yang mirip dengan bakteri enteric gram negative.


Kuman ini dapat bergerak sangat aktif karena mempunyai satu buah flagella polar yang halus (monotrik). Kuman ini tidak membentuk spora. Pada kultur dijumpai koloni yang cembung, halus dan bulat yang keruh dan bergranul bila disinari.

B.    Fisiologi
Vibrio cholerae bersifat aerob atau anaerob fakultatif. Suhu optimum untuk pertumbuhan pada suhu 18-37°C. Dapat tumbuh pada berbagai jenis media, termasuk media tertentu yang mengandung garam mineral dan asparagin sebagai sumber karbon dan nitrogen. V. cholerae ini tumbuh baik pada agar Thiosulfate-citrate-bile-sucrose (TCBS), yang menghasilkan koloni berwarna kuning dan pada media TTGA (Telurite-taurocholate-gelatin-agar)
Salah satu cirri dari Vibrio cholerae ini adalah dapat tumbuh pada pH yang sangat tinggi (8,5-9,5) dan sangat cepat mati oleh asam. Pertumbuhan sangat baik pada pH 7,0. Karenanya pembiakan pada media yang mengandung karbohidrat yang dapat difermentasi, akan cepat mati. V. cholerae meragi sukrosa dan manosa tanpa menghasilkan gas tetapi tidak meragi albinosa. Kuman ini juga dapat meragi nitrit. Ciri khas lain yang membedakan dari bakteri enteric gram negative lain yang tumbuh pada agar darah adalah tes oksidasi hasilnya positif.
C.    Klasifikasi Ilmiah
Kongdom             : Bacteria
Filum                     : Proteobacteria
Kelas                    : Gamma Proteobacteria
Ordo                     : Vibrionales
Famili                   : Vibrionaceae
Genus                   : Vibrio
Spesies                : V. cholerae
Nama binomial    : Vibrio cholerae

D.    Struktur Antigen
Semua Vibrio cholerae mempunyai antigen flagel H yang sama. Antigen flagel H ini bersifat tahan panas. Antibodi terhadap antigen flagel H tidak bersifat protektif. Pada uji aglutinasi berbentuk awan. Antigen somatik O merupakan antigen yang penting dalam pembagian grup secara serologi pada Vibrio cholera. Antigen somatik O ini terdiri dari lipoposakarida. Pada reaksi aglutinasi berbentuk seperti pasir. Antibodi terhadap antigen O bersifat protektif.
E.     Patogenesis
Dalam keadaan alamiah, Vibrio cholerae hanya pathogen terhadap manusia. Seorang yang memiliki asam lambung yang normal memerlukan menelan sebanyak  atau lebih V. cholera dalam air agar menginfeksi, sebab kuman ini sangat sensitive pada suasana asam. Jika mediator makanan, sebanyak 102-104 organisme yang diperlukan karena kapasitas buffer yang cukup dari makanan. Beberapa pengobatandan keadaan yang dapat menurunkan kadar asam dalam lambung membuat seseorang sensitive terhadap infeksi Vibrio cholerae.
Ada dua jenis V. cholerae yang berpotensi sebagai patogen pada manusia. Jenis utama yang menyebabkan kolera adalah V. cholerae O1, sedangkan jenis-jenis lainnya dikenal sebagai non-O1.
V. cholerae O1 adaalah penyebab kolera Asiatik atau kolera epidemik. Kasus kolera sangat jarang terjadi di Eropa dan Amerika Utara. Sebagian besar kasus kolera terjadi di daerah-daerah (sub)-tropis. Kolera selalu disebabkan oleh air yang tercemar atau ikan (atau kerang) yang berasal dari perairan yang tercemar.
V. cholerae non-O1 hanya menginfeksi manusia dan hewan primata lainnya. Organisme ini berkerabat dengan V. cholerae O1, tetapi penyakit yang ditimbulkannya tidak separah kolera. Strain patogenik dan non-patogenik dari organisme ini merupakan penghuni normal di lingkungan air laut dan muara. Organisme ini pada masa lalu disebut sebagai non-cholera vibrio (NCV) dan nonagglutinable vibrio (NAG).


BAB III
KOLERA
A.     Gejala – Gejala Penyakit
Kolera merupakan nama penyakit yang disebabkan oleh V. cholerae .
Gejala-gejala kolera Asiatik dapat bervariasi dari diare cair yang ringan, sampai diare akut yang ditandai dengan kotoran yang berwujud seperti air cucian beras. Gejala awal penyakit ini umumnya terjadi dengan tiba-tiba, dengan masa inkubasi antara 6 jam sampai 5 hari. Kram perut, mual, muntah, dehidrasi, dan shock (turunnya laju aliran darah secara tiba-tiba). Kematian dapat terjadi apabila korban kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar. Penyakit ini disebabkan karena korban mengkonsumsi bakteri hidup, yang kemudian melekat pada usus halus dan menghasilkan racun kolera. Produksi racun kolera oleh bakteri yang melekat ini menyebabkan diare berair yang merupakan gejala penyakit ini.
Pada penderita penyakit kolera ada beberapa hal tanda dan gejala yang ditampakkan, antara lain ialah :
Ø      Diare yang encer dan berlimpah tanpa didahului oleh rasa mulas atau tenesmus.
Ø      Feaces atau kotoran (tinja) yang semula berwarna dan berbau berubah menjadi cairan putih keruh (seperti air cucian beras) tanpa bau busuk ataupun amis, tetapi seperti manis yang menusuk.
Ø      Feaces (cairan) yang menyerupai air cucian beras ini bila diendapkan akan mengeluarkan gumpalan-gumpalan putih.
Ø      Diare terjadi berkali-kali dan dalam jumlah yang cukup banyak.
Ø      Terjadinya muntah setelah didahului dengan diare yang terjadi, penderita tidaklah merasakan mual sebelumnya.
Ø      Kejang otot perut bisa juga dirasakan dengan disertai nyeri yang hebat.
Ø      Banyaknya cairan yang keluar akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dengan tanda-tandanya seperti ; detak jantung cepat, mulut kering, lemah fisik, mata cekung, hypotensi dan lain-lain yang bila tidak segera mendapatkan penangan pengganti cairan tubuh yang hilang dapat mengakibatkan kematian.
Dosis infektif – Penelitian menggunakan sukarelawan manusia yang sehat menunjukkan bahwa penyakit timbul apabila manusia mengkonsumsi kurang lebih satu juta organisme. Konsumsi antasida (obat yang menetralkan asam lambung) dapat menurunkan dosis infektif secara nyata.
Gejala-gejala V. cholerae non-O1 berupa diare dan kram perut. Demam yang disertai muntah dan mual terjadi pada 25% individu yang terinfeksi. Kira-kira 25% individu yang terinfeksi akan mengeluarkan kotoran dengan darah dan lendir. Diare, pada beberapa kasus, dapat menjadi sangat parah, dan berlangsung selama 6-7 hari. Diare biasanya terjadi dalam 48 jam setelah konsumsi organisme. Mekanisme organisme ini dalam menimbulkan penyakit tidak diketahui, namun demikian racun enterotoxin dan mekanisme penyerangan diduga menjadi penyebab penyakit ini. Penyakit muncul saat organisme melekatkan diri ke usus halus individu yang terinfeksi dan kemudian menyerang korbannya.
Dosis infektif – Diduga organisme dalam jumlah besar (lebih dari satu juta) harus dikonsumsi untuk dapat menyebabkan penyakit.
B.    Diagnosis
Penyakit kolera dapat dipastikan hanya dengan mengisolasi organisme penyebabnya dari kotoran diare individu yang terinfeksi.
Diagnosis terhadap infeksi V. cholerae non-O1 dilakukan dengan membiakkan organisme dari kotoran diare individu yang terinfeksi atau dari darah pasien yang menderita septicemia (infeksi dalam aliran darah).
C.    Penyebaran dan Penularan Penyakit Kolera
Kolera dapat menyebar sebagai penyakit yang endemik, epidemik, atau pandemik. Meskipun sudah banyak penelitian bersekala besar dilakukan, namun kondisi penyakit ini tetap menjadi suatu tantangan bagi dunia kedokteran modern. Bakteri Vibrio cholerae berkembang biak dan menyebar melalui feaces (kotoran) manusia, bila kotoran yang mengandung bakteri ini mengkontaminasi air sungai dan sebagainya maka orang lain yang terjadi kontak dengan air tersebut beresiko terkena penyakit kolera itu juga.
Misalnya cuci tangan yang tidak bersih lalu makan, mencuci sayuran atau makanan dengan air yang mengandung bakteri kolera, makan ikan yang hidup di air terkontaminasi bakteri kolera, Bahkan air tersebut (seperti disungai) dijadikan air minum oleh orang lain yang bermukim disekitarnya.
D.    Pengobatan
Prinsip dasar pengobatan kolera ini adalah mengganti air dengan elektrolit untuk mengurangi dehidrasi dan kekurangan garam dengan memasukan secara intravena cairan yang mengandung Natrium, Kalium, Chloride dan Bicarbonate.
Antibiotika yang sering digunakan untukm melawan kuman ini adalah Tetrasiklin. Tetrasiklin yang diberikan peroral dapat mengurangi keluarnya tinja yang mengandung kuman kolera dan memperpendek masa ekresi Vibrio cholerae.
Tetrasiklin juga memperpendek waktu timbulnya gejala klinis pada penderita kolera. Pada beberapa daerah epidemic, V. cholerae yang resisten dengan tetrasiklin telah muncul, dibawa oleh plasmid yang mudah berpindah. Tetrasiklin juga berguna pada penderita carrier sebab konsentrasinya pada empedu.
Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal, merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan menurunkan angka kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin parenteral.
Rehidrasi pada kolera sangat penting. Karena tubuh kehilangan banyak cairan, maka pasien harus diberi larutan ORS(-beras) sampai diare berhenti. Dengan rehidrasi layak angka kematian kini sudah menurun sampai 1%.
Pada kondisi tertentu, terutama diwilayah yang terserang wabah penyakit kolera pemberian makanan/cairan dilakukan dengan jalan memasukkan selang dari hidung ke lambung (sonde). Sebanyak 50% kasus kolera yang tergolang berat tidak dapat diatasi (meninggal dunia), sedangkan sejumlah 1% penderita kolera yang mendapat penanganan kurang adekuat meninggal dunia.
E.     Pencegahan
Kebersihan yang kurang, air yang tercemar, dan cara penanganan makanan yang kurang higienis merupakan penyebab utama infeksi. Karena itu pemanasan air dengan benar (hingga mendidih) dan sanitasi yang baik dapat mencegah infeksi V. cholerae.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan perbaikan sanitasi khususnya makanan dan air melalui pendidikan. Pasien kolera sebaiknya diisolasi, eksresinya didisinfeksi dan orang-orang kontak diawasi. Khemoprofilaksis dengan obat antimikroba mungkin diperlukan.
Bagi wisatawan yang memiliki daerah endemik kolera, sebaiknya memasak makanan sampai matang sebelum mengonsumsinya, kepiting harus dimasak lebih kurang 10 menit, memakan buah harus dikupas kulitnya dan dicuci, memakan es harus dihindari kecuali kita tau bahwa es terbuat dari air mendidih
Pemberian imunisasi dengan vaksin yang mengandung ekstrak lipopolisakarida dari vibrio atau suspense pekat vibrio dapat memberikan perlindungan yang terbatas pada orang-orang yang rentan (missal kontak antar anggota keluarga) tetapi tidak efektif sebagai alat kontrol epidemic. Vaksin ini memberikan proteksi 60 – 80% untuk masa 3 – 6 bulan. Di beberapa Negara meminta kepada pelancong yang datang dari daerah endemik untuk memberikan bukti bahwa mereka telah divaksinasi. Sertifikasi oleh WHO hanya berlaku selama 6 bulan.
Imunisasi toksoid kolera pada manusia tidak lebih baik daripada vaksin standar. Hingga saat ini perbaikan hygiene / sanitasi yang memberikan pencegahan yang mantap terhadap kolera.


BAB IV
KESIMPULAN

V cholerae adalah bakteri batang gram-negatif, berbentuk koma dan menyebabkan diare yang menimbulkan dehidrasi berat, kematian dapat terjadi setelah 3 – 4 jam pada pasien yang tidak dirawat. Toksin kolera dapat mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP, sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan air yang terkontaminasi.
Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah, yang secara cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien kekurangan elektrolit dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi.
Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat ditemukan V.cholerae.
Target utama terapi adalah penggantian cairan dan elektrolit yang agresif. Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral. Kasus yang parah memerlukan cairan intravena.
Antibiotik dapat mengurangi volume dan masa berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal, merupakan pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan menurunkan angka kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih tinggi dibandingkan dengan vaksin parenteral.


DAFTAR PUSTAKA
·        Tjay, Tan Hoan Drs. dan Drs. Kirana Rahardja. 2007. Obat-obat Penting. Jakarta: Gramedia
·        Pelczar, Michael dan E.C.S. Chan. 2006. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press
·        www.google.com
·        www.wikipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar